Di era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia ini hanya dapat diperoleh dari proses belajar yaitu melalui pendidikan. Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada peserta didik. Pemahaman yang dimaksud bukanlah pemahaman dalam arti sempit yaitu menghafal materi pelajaran, namun pemahaman dalam arti luas yaitu lebih cenderung menekankan pada kegiatan proses pembelajaran yang meliputi menemukan konsep, mencari dan lain sebagainya serta peserta didik dituntut untuk dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, praktek pembelajaran yang demikian masih belum diterapkan secara keseluruhan, sehingga tujuan dan hasil pendidikan belum sesuai dari apa yang diharapkan.
Pendidikan merupakan kegiatan yang
universal dalam kehidupan manusia, dengan pendidikan manusia berusaha
mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengubah tingkah laku ke arah
yang lebih baik. Pendidikan juga dapat mencetak manusia menjadi sumber
daya manusia yang handal dan terampil di bidangnya. Pendidikan
sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks. Peristiwa
tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia
sehingga manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Selain itu dalam
dunia pendidikan, proses belajar mengajar merupakan proses yang bisa
diterapkan. Mengajar dan belajar merupakan proses kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan.
Proses belajar mengajar yang berkembang
di kelas umumnya ditentukan oleh peran guru dan siswa sebagai
individu-individu yang terlibat langsung di dalam proses tersebut.
Prestasi belajar siswa itu sendiri sedikit banyak tergantung pada cara
guru menyampaikan pelajaran pada anak didiknya. Oleh karena itu
kemampuan serta kesiapan guru dalam mengajar memegang peranan penting
bagi keberhasilan proses belajar mengajar pada siswa. Hal ini
menunjukkan adanya keterkaitan antara prestasi belajar siswa dengan
metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Pendidikan kewarganegaraan adalah ilmu
yang berkenaan dengan konsep disusun secara hierarki dan penalaran
dedukatif yang membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan.
Pemahaman konsep merupakan langkah awal yang diambil untuk melangkah
pada tahap selanjutnya yaitu aplikasi dalam mempelajari konsep
pendidikan kewarganegaraan. Namun demikian siswa pada umumya belum
menguasai materi prasyarat dari konsep yang diajarkan.
Upaya mengatasi kesulitan belajar
pendidikan kewarganegaraan dan meningkatkan mutu pendidikan sekolah
diantaranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang baru. Model
pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar
mengajar dengan berbagai variasi sehingga siswa terhindar dari rasa
bosan dan tercipta suasana yang nyaman dan menyenangkan.
Dalam interaksi belajar mengajar
terdapat berbagai macam model pembelajaran yang bertujuan agar proses
belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga bertujuan untuk
menciptakan proses belajar mengajar aktif serta memungkinkan timbulnya
sikap keterkaitan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara
menyeluruh.
Perlunya dikembangkan pengajaran yang
dapat membangun keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai alternatif model pembelajaran yang baru. Pembelajaran yang
efektif tersebut harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam menguasai
model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan. Seiring
diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diharapkan guru
dapat meningkatkan prestasi siswa khususnya pada pengajaran pendidikan
kewarganegaraan dengan berkreasi dan berinovasi menggunakan berbagai
macam strategi pembelajaran yang berkembang saat ini.
Model penyampaian masalah sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam mempelajari pokok bahasan
tertentu. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan kemasan yang dibuat untuk
membungkus materi agar lebih mudah dipahami, menarik, tidak menjenuhkan
sehingga tujuan dari pengajaran yang dilakukan dapat tercapai. Model
pembelajaran biasanya dijadikan sebagai parameter untuk melihat sejauh
mana siswa dapat menerima dan menerapkan materi yang disampaikan guru
dengan mudah dan menyenangkan dengan model yang diterapkan.
Proses pengajaran yang baik adalah yang
dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dengan adanya
komunikasi dua arah antara guru dengan peserta didik yang tidak hanya
menekan pada apa yang dipelajari tetapi menekan bagaimana ia harus
belajar. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah
menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS). Penerapan
model pembelajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan siswa
sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman siswa.
Aktivitas belajar siswa merupakan salah
satu faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini
mengingatkan bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dalam rangka
memberikan pengalaman-pengalaman belajar pada siswa. Jika siswa aktif
dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar akan dapat mengambil
pengalaman-pengalaman belajar tersebut. Kegiatan belajar dipandang
sebagai kegiatan komunikasi antara siswa dan guru. Kegiatan komunikasi
ini tidak akan tercapai apabila siswa tidak dapat aktif dalam kegiatan
belajar mengajar. Dengan adanya keaktifan siswa dalam proses belajar
mengajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan.
Model pembelajaran kooperatif belum
banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat
membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebanyakan pengajar enggan menerapkan system kerja sama di dalam kelas
karena beberapa alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa akan
terjadi kekacauan kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan
dalam grup (kelompok) (Lie, 2007: 28).
Selain itu, banyak orang mempunyai kesan
negative mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok.
Banyak siswa juga tidak senang apabila disuruh untuk bekerjasama dengan
yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang
lain, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam
satu grup dengan siswa yang lebih pandai.
Model pembelajaran kooperatif tidak sama
dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsure-unsur dasar
pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok
yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model kooperatif dengan
benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
(Lie, 2007: 29).
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif pertama kali
muncul dari para filosofis di awal abad Masehi yang mengemukakan bahwa
dalam belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman sehingga
teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut
Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga
dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.
Menurut Thomson, et al (1995) dalam
Karuru (2007), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur
interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif
siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu
sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5
siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah
terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini
bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja
dengan teman yang berbeda latar bela kangnya. Pada pembelajaran
kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khu-sus agar dapat
bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik,
memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi
lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan (Slavin, 1995 dalam Karuru, 2007).
Roger dan David Johnson dalam buku
(Anita Lie, 2007: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa
dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima
unsure model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan.
a. Saling ketergantungan positif
Dalam berkelompok, setiap orangnya pasti
saling ketergantungan karena untuk menciptakan kelompok kerja kelompok
yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga
setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain bisa mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsure ini merupakan akibat unsure
langsung dari yang pertama, jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut
prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi kesempatan
untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan kepada pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota.
d. Komunikasi antar anggota
Unsure ini juga agar para pembelajar
dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan
untuk berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
e. Evaluasi proses kelompok
Teknik belajar mengajar Dua Tinggal Dua
Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan
bisa digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini biasa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak usia
didik. (Lie, 2007: 61)
Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati,
2005) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) belajar kooperatif adalah strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok
b. Memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan kemampuannya
c. Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah melalui kelompok
d. Mendorong proses demokrasi di kelas
Berdasarkan beberapa definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan metode
pembalajaran yang didasarkan atas kerjasama kelompok yang dilakukan
untuk mencapai tujuan khusus. Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif
siswa tidak cukup hanya mempelajari materi saja, tetapi harus
mempelajari keterampilan kooperatif.
Metode pembelajaran kooperatif ini mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu:
a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
b. Siswa dapat berkomunikasi dengan temannya
c. Dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran
d. Dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar
Keuntungan ini akan lebih apabila
dilaksanakan dalam kelas kecil atau dengan jumlah siswanya sedikit. Lie
dalam bukunya Cooperative Learning (2004:54) mengemukakan beberapa model
pembelajara kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar
Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-Share and
Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala
Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TSTS), Keliling Kelompok,
Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar,
Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Forming (pembentukan) yaitu
keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk
sikap yang sesuai dengan norma.
2. Functioniong (pengaturan) yaitu
keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam
menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota
kelompok.
3. Formating (perumusan) yaitu
keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih
dalam terhadap bahan- bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan
tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta
pemahaman dari materi yang diberikan.
4. Fermenting (penyerapan) yaitu
keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum
pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan
mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Menurut Van der Kley (dalam Sunaryanto, 1998:165) ada beberapa cara menilai hasil belajar siswa dalam belajar kooperatif yaitu:
a. Setiap anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama dengan nilai kelompok.
b. Setiap siswa diberi tugas atau tes perorangan setelah kegiatan belajar kooperatif berakhir.
c. Seorang siswa atas nama kelompoknya bisa dipilih secara acak untuk menjelaskan pemecahan materi tugas.
d. Nilai setiap anggota kelompok ditulis dan dibagi untuk mendapatkan nilai rata-rata kelompok.
Struktur TSTS memberi kesempatan kepada
kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, hal ini
menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri
atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok dapat
terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka
akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling
melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses
tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam
kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung
jawab perseorangan.
B. Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS)
a. Pengertian
Salah satu model pembelajaran kooperatif
adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh
Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala
Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok
membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan
karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan
kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan
hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung
satu sama lainnya.
b. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
c. Tujuan
Dalam model pembelajaran ini siswa
dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya
ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa
untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi
tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak
materi pada siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS
ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif
yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong
dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif
TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya
jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang
dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran
Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang
jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya,
dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses
belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali
pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu
membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan
materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung
tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh
temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali
ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok
yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di
dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal
yang dijelaskan oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model
two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan
melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk
ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak
melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu
dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa
jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan
terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam
belajar (aktif).
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan
oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan
materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa
dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap
suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau
peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan
penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam
meningkatkan keterampilan menyimak siswa.
d. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut.
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua siswa dari
masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing
bertamu ke kelompok yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka
e. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang
dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain
pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa
kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota
kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan
indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan
rencana pembelajaran yang telah dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran
menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus
dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima
lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam
kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut
bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan
atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang
tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang
tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan
melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja
mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan
menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau
didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan
mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah
diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS.
Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari
hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan
dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor
rata-rata tertinggi.
f. Kelebihan dan kekurangan model TSTS
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan.
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran
kooperatif model TSTS, maka sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu
mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen
ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan
sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa laki-laki dan
perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu
kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang
dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan
untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan
pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang
lain.
g.Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model TSTS
adalah siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan pembelajaran
menjadi lebih bermakna. Kekurangan model pembelajaran TSTS adalah teknik
ini membutuhkan persiapan yang matang karena proses belajar mengajar
dengan model TSTSmembutuhkan waktu yang lama dan pengelolaan kelas yang
optimal. Selain itu berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat
disarankan bahwa dalam menerapkan model Two Stay Two Stray hendaknya
disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru. Bagi guru
selanjutnya disarankan agar tidak hanya menilai hasil belajar tapi juga
menilai segala aktivitas atau keaktifan setiap siswa dalam melaksanakan
langkah-langkah model ini.
SUMBER :
Posting Komentar